Profil
Pondok
pesantren ini berada di desa Bugen kelurahan Tlogosari Wetan Pedurungan
Semarang. Perlu diketahui bahwa, sejarah keberadaan Pondok Pesantren ini sangat
terkait erat dengan sejarah desa Bugen. Dalam sejarahnya, keadaan sosial dan
kesadaran beragama masyarakat Bugen waktu itu sangat memprihatinkan. Sulit
sekali menemukan orang yang mengenal Islam terlebih menjalankan syari'atnya.
Kira-kira
tahun 1898 M. Syeikh Abu Yazid yang berasal dari Banjarmasin Kalimantan
memperisteri Nyai Rohmah puteri dari Kyai Abdurrasul yang asli dari Bugen. Dan
atas permintaan Kasma Wijaya yang pada saat itu menjabat sebagai lurah Bugen
(semula merupakan sebuah kepatihan bernama singosari). Syeikh Abu Yazid diminta
untuk menetap di desa Bugen guna kepentingan dakwah Islam.
Sebagai
langkah awal dalam berdakwah, Syeikh Abu Yazid mendirikan sebuah masjid
sederhana dari rumah pemberian lurah Kasma Wijaya. Sejak itulah desa Bugen
resmi memiliki sebuah masjid, dan sebagai imam masjid tersebut adalah Syeikh
Abu Yazid sendiri.
Sepeninggalan
Syeikh Abu Yazid, imam masjid digantikan oleh kyai Abu Darda' (H. Syakur) yang
termasuk salah satu putera Syeikh Abu Yazid. Pada tahun 1911 M. kyai Darda'
wafat di desa Bugen, dan beliau meninggalkan anak diantaranya Nyai Khoiriyyah
yang menikah dengan kyai H. Abdurrasyid dari Demak.
Kyai
Abdurrasyid kemudian menggantikan kyai Abu Darda' sebagai imam masjid. Pada
masa KH. Abdurrasyid inilah awal mula berdirinya sebuah pondok pesantren di
desa Bugen. Pondok pesantren ini mengajarkan kitab-kitab kuning dan tasawuf
beraliran Naqsabandiyyah. Pondok pesantren yang baru lahir dan belum mempunyai
nama itu lebih menonjol di bidang tasawufnya dari pada pengajian kitab-kitab
kuning. Kebanyakan santri yang ada berasal dari Banjarmasin Kalimantan yang merupakan
daerah asal kyai Abu Yazid yang tidak lain adalah kakek KH. Abdurrasyid.
Periode
selanjutnya, pondok pesantren ini diasuh oleh KH. Shodaqoh Hasan yang
memperisteri Nyai Hikmah yaitu salah satu puteri KH. Abdurasyid. Pondok
pesantren tanpa nama yang didirikan KH. Abdurasyid, oleh KH. Shodaqoh Hasan
diberi nama Al-Irsyad. KH. Shodaqoh Hasan terus mengupayakan bagaimana pondok
pesantren ini menjadi milik umat Islam yang pada gilirannya nanti akan
memberikan faedah dan kemanfaatan yang besar.
Pengajian-pengajian
kitab kuning berjalan dengan lancar, beliau juga mendirikan madrasah diniyyah
dan madrasah kurikulum dalam wadah Yayasan Al-Wathoniyyah.
Pada
tahun 1988 M. KH. Shodaqoh Hasan wafat. Beliau dimakamkan di komplek pondok
pesantren, dan meninggalkan anak yang diantaranya adalah KH. Ahmad Haris
Shodaqoh. Di bawah asuhan KH. Ahmad Haris Shodaqoh inilah diadakan pengkhususan
terhadap pelajaran-pelajaran pondok pesantren dan pengalihan nama dari
Al-Irsyad menjadi MA'HAD TAFSIR DAN SUNNAH AL-ITQON. Sedangkan Yayasan
Al-Wathoniyyah dipercayakan kepada KH. Ubaidullah Shodaqoh, S.H.adik kandung
KH. Ahmad Haris Shodaqoh.
Seiring
perkembangan zaman yang menuntut adanya daya selektif dalam berfikir, maka
pondok pesantren ini terus berupaya untuk tetap melestarikan nilai-nilai dari
hasil karya ulama salaf yang telah terdahulu berupa warisan kitab kuning yang
berlandaskan dan bersumber dari Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Pengkhususan
itu masih tetap berlaku sampai saat ini. Bahkan pondok pesantren Al-Itqon telah
mengalami kemajuan yang cukup berarti, dibuktikan dengan semakin banyaknya
santri yang menuntut ilmu di pondok ini. Tidak hanya itu, pondok pesantren ini
juga telah mempunyai lembaga pendidikan yang cukup komplit. Lembaga-lembaga itu
antara lain adalah lembaga pendidikan Diniyyah Salafiyyah mulai dari Tingkat
Raudhatul Athfal sampai Ma'had Aly. Yang lebih mengagumkan lagi, pondok
pesantren ini, di bawah asuhan langsung KH. Ahmad Haris Shodaqoh memiliki
Majlis Ta'lim Ahad Pagi yang mengkaji Tafsir Al-Ibriz dengan peserta kurang
lebih 15000 orang dari berbagai kalangan dan dari dalam kota ataupun luar kota
Semarang.
Pada
tahun 1997 M. selain madrasah diniyyah salafiyyah Al-Wathoniyyah, Ma'had Tafsir
dan Sunnah Al-Itqon mendirikan madrasah diniyyah khusus untuk santri yang
menetap di pondok pesantren, yang diberi nama madrasah diniyyah salafiyyah
Al-Itqon dengan jenjang awaliyyah, wustha, dan ulya.
Jumlah
santri sekarang tahun 2010 berjumlah kurang lebih 467 santri (274 santri putra
dan 193 santri putri) dari berbagai daerah, dengan latar belakang ekonomi,
karakteristik, dan kultur yang berbeda-beda.
VISI :
"membentuk
pribadi yang sabar, disiplin telaten dan istiqomah taat ikhlas kepada perintah
pemimpin"
MISI :
1. hormat
kepada orang yang lebih besar
2. sayang
kepada orang yang lebih kecil
3. belajar
di waktu belajar
4. jama'ah
di waktu jama'ah
5. sekolah
di waktu sekolah
6. tidur
di waktu tidur
Jenjang Pendidikan
Pendidikan Formal :
1. RA Al-Wathoniyyah,
2. MI Al-Wathoniyyah,
3. MTs Al-Wathoniyyah,
4. MA Al-Wathoniyyah,
5. Ma'had Aly Al-Itqon
Pendidikan Informal :
1. Madrasah Diniyyah Salafiyyah Al-Wathoniyyah,
2. Madrasah Diniyyah Salafiyyah Al-Itqon,
Pendidikan Nonformal :
1. Majlis Ta'lim Ahad Pagi,
Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler :
1. Istighosah,
2. Manaqib,
3. Dibaiyyah & Khitobiyyah,
3. Komputer,
4. Bahasa,
5. Seni Hadroh,
6. MTQ,
7. Khaligrafi,
8. Bahsul Masail,
9. Tadarusan Al-Quran,
10. Musyawarah,
11. Sorogan,
12. Karya Ilmiyah,
13. pembacaan wird al-Lathif,
13. Rothib al-Ath-thos,
14. Sholawat Masyisyah,
15. Pembacaan Yasin dan Al-Burdah,
16. Latihan Burdah,
17. Muhafazhoh Kubro,
18. Olah Raga
Fasilitas
Fasilitas :
1. Gedung RA Al-Wathoniyyah,
2. Gedung MI Al-Wathoniyyah,
3. Gedung MTs Al-Wathoniyyah,
4. Gedung MA Al-Wathoniyyah,
5. Gedung Madrasah Diniyyah Salafiyyah Al-Wathoniyyah,
6. Gedung Madrasah Diniyyah Salafiyyah Al-Itqon,
7. Gedung Ma'had Aly Al-Itqon,
8. Perpustakaan,
9. Aula,
10. Asrama Santri Putra,
11. Asrama Santri Putri,
12. Lapangan Olahraga,
13. Lab. Komputer,
14. Lab. Bahasa,
15. Masjid