Profil
Dasar
Ma’had Qudsiyyah berdasarkan Islam dan Pancasila.
Dengan dasar Islam dimaksudkan bahwa Ma’had Qudsiyyah diadakan, diselenggrakan dan dikembangkan berangkat (
point of depture) dari
ajaran Islam, proses pengelolaannya secara islami dan
menuju apa yang
diidealkan oleh pendidikan yang islami. Dengan dasar pancasila dimaksudkan
bahwa Ma’had Qudsiyyah diselenggarakan, dikembangkan dan diamalkan dalam
wacana Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
bagi seluruh warga Indonesia.
Visi
Pesantren Fiqh Yang Mampu Berbuat Pada Peradaban
Masa Kini
Misi
1. menyelenggarakan studi fiqh secara mendalam dan
menyeluruh melalui perpaduan pendidikan sekolah dan pesantren;
2. melakukan kaderisasi ahli fiqh yang dapat
mewarisi dan mengembangkan tradisi ilmiyah dan amaliyah ‘ala Salafina
ash-Shalih sesuai tuntutan zaman.
Orientasi dan Tujuan
1. Terwujudnya pesantren sebagai pusat studi ilmu
fiqh salaf dan kontemporer;
2. Tumbuh dan berkembangnya generasi fiqh yang
mempunyai pemahaman utuh terhadap khazanah klasik yang mempunyai kesalehan
ritual dan sosial;
3. Terbentuknya peradaban Islam yang komprehensif,
universal, egaliter, kontekstualis, dinamis dan organis.
Latar Belakang Pendirian
Sampai saat ini, pesantren tetap menjadi warisan
sekaligus kekayaaan budaya dan intelektual Nusantara. Bahkan, dalam
beberapa aspek tertentu, pesantren dapat dipahami sebagai benteng
pertahanan terhadap kebudayaan itu sendiri, karena peran sejarah yang dibuktikannya.
Harapan dimaksud, tentunya sangat mendorong pada penguatan dan konstruk
budaya yang telah digariskan oleh para pendirinya. Hal pokok yang menjadi
konsen pesantren adalah sebagai pusat pengembangan ilmu dan kebudayaan
yang berdimensi relijius dan motor penggerak transformasi bagi masyarakat
dan bangsanya.
Sejarah
telah membuktikan bahwa konsistensi pesantren terhadap manhaj al-fikr
al-salafy (metode berfikir sesuai nilai-nilai salaf) telah menjadikannya
mampu bertahan dari segala deraan dan tantangan zaman. Pesantren dapat bertahan
dengan tegar ketika sistem pendidikan yang lain hanya sibuk mengurusi politik
dan birokrasi. Demikian pula, pesantren juga tetap hidup dengan moderasi dan
toleransinya ketika muncul lembaga Islam lain yang justru mengarahkan peserta
didiknya untuk tidak toleran terhadap ummat lain.
Di tengah
pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan segala efek positif
dan negatifnya, keniscayaan manusia masa depan yang tetap beriman dan bertaqwa
di satu sisi dan menjadi manusia yang cerdas, terampil, mandiri serta sanggup
berkompetisi dengan yang lain pada sisi lainnya merupakan obsesi dan cita-cita
yang tidak bisa ditawar lagi. Oleh karena itu, generasi masa depan harus
dipersiapkan untuk mampu bertahan, bersaing dan memiliki kualitas serta mumpuni
dalam bidang tertentu. Jika tidak, mereka akan terkooptasi oleh arus
globalisasi dan modernisasi.
Untuk
mewujudkan idealitas tersebut perlu dibangun kekuatan pribadi-pribadi yang
menjadi cikal bakal keluarga dan masyarakat. Mengingat pembangunan bangsa
memerlukan individu dalam keluarga dan masyarakat yang shalih, yang layak
memikul amanah yang dibebankan kepadanya, maka pembangunan pribadi menjadi
sesuatu yang niscaya. Dan untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya upaya serius
dan bertanggung jawab karena ia adalah alat masyarakat yang terpenting dalam
melaksanakan tugas sosial demi kepentingan dan tujuan bersama, memperkuat
peradaban insani dan menegakkan nilai-nilai kebenaran.
Keshalihan
pribadi lahir dari ketaqwaan yang bersifat individual sedangkan keshalihan
masyarakat lahir dari ketaqwaan yang bersifat kolektif. Mereka secara
bersama-sama memiliki kesadaran sejarah, kesadaran tentang fakta sosial dan
kesadaran tentang keharusan melakukan perubahan sebagai perwujudan kewajibannya
sebagai makhluk moral dalam melaksanakan misi otentiknya, yaitu membangun
peradaban.
Kudus,
sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang menggunakan kata Arab “quds”,
pernah tercatat mampu menanamkan nilai-nilai salafi, bahkan melahirkan
tokoh-tokoh intelektual yang diakui secara regional dan internasional. KH.
Raden Asnawi, Ulama’ besar kota Kudus yang pernah mukim di Makkah, telah
menggagas berdirinya madrasah Qudsiyyah pada tahun 1917 M. Bersama para kiai di
Kudus, seperti KH. Abdullah Faqih, KH. Shofwan Duri, KH. Kamal Hambali, RH.
Dahlan, RH. Abdul Hamid, R. Sujono, KH. Jazri Tanggulangin, HM. Zuhri Asnawi
dan lain-lain.
Mereka
menjadi ulama besar yang benar-benar produktif dalam berkarya serta tetap tidak
kehilangan orientasi praksis mereka. Mereka mampu memadukan antara iman dan
amal soleh, serta antara rasionalitas dan spiritualitas. Lebih dari itu,
mereka tetap tidak kehilangan kesederhanaan dan kerendahatian mereka.
Bertolak
dari pemikiran itu kami berupaya untuk membangun suatu institusi yang
diharapkan akan mampu menjawab kebutuhan umat dalam menyongsong masa depan,
sehingga apa yang kita citakan bersama untuk merealisasikan kembali predikat Khairu
Ummah yang Rahmatan lil ‘alamin dapat terlaksana.
Sebagai
ikhtiar untuk mempertahankan visi tersebut melawan gerusan peradaban, maka
didirikanlah Ma’had Qudsiyyah Menara Kudus yang berkonsentrasi pada aspek
ulumul fiqh. Konsentrasi ini menjadi signifikan karena dari waktu ke
waktu masyarakat terus dihadapkan pada problem hukum Islam seiring dengan
percepatan peradaban, sehingga ummat dapat melakukan pembacaan kreatif terhadap
khazanahnya, mampu melakukan kontekstualisasi dalam peradaban modern yang terus
mengepung, tidak terjebak pada pengentalan normatif dan romantisme masa lalu
sehingga menyeretnya ke dalam perubahan yang tidak antisipatif.
Akhirnya, pada Senin Pon, 24 Dzul Qo’dah 1431 H
yang bertepatan dengan 1 November 2010 Ma’had Qudsiyyah diresmikan oleh
Nadhir Yayasan Pendidikan Islam Qudsiyyah (YAPIQ), KH. Sya’roni Ahmadi.
Pada angkatan pertama ini santri yang direkrut berjumlah 40 santri.
Jenjang Pendidikan
Pondok Pesantren Al-Qudsiyyah memiliki banyak lembaga pendidikan
Pendidikan Formal:
1. MI Al-Qudsiyyah,
2. MTs Al-Qudsiyyah,
3. MA Al-Qudsiyyah.
Pendidikan Informal :
1. Madrasah Diniyah Ibtidaiyyah,
2. Madrasah Diniyah Tsanawiyah,
3. Madrasah Diniyah Aliyah.
Pendidikan Nonformal :
1. Ngaji kitab kuning yang secara umum digelar oleh pondok pesantren
Peserta Didik :
1. Standar Input
Peserta didik Ma’had Qudsiyyah harus memiliki
kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above
average ability); mempunyai kreativitas (creativity); dan berkomitmen
terhadap tugas (task commitment) dengan kualifikasi hafal alfiyyah
Ibn Malik (100 bait) dan mampu membaca Fathul Qarib.
2. Standar Output
Standart output Ma’had Qudsiyyah adalah hafal
Alfiyyah dan menguasai Fiqh Fathul Mu’in. Dengan setandar ini,
alumni Ma’had Qudsiyyah akan memiliki validitas bacaan dengan perspektif
yang khas terhadap peradaban yang ada di sekitarnya.
3. Rekrutmen
Pendaftaran peserta didik (santri) Ma’had
Qudsiyyah dilakukan setiap tahun ajaran sesuai kalender Yayasan Pendidikan
Islam Qudsiyyah (YAPIQ). Penerimaan santri baru Ma’had Qudsiyyah melalui
dua tahapan, yaitu pendaftaran minat-bakat dan seleksi.
Kurikulum :
Kurikulum Ma’had Qudsiyyah adalah seperangkat
rencana pendidikan yang berisi cita-cita pendidikan yang dipergunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan Proses Belajar Mengajar. Kurikulum Ma’had
Qudsiyyah mencerminkan integrasi agama dan umum yang diperkaya dengan
kekhasan yang efektif dan fungsional dengan visi dan misi Yayasan Islam
Qudsiyyah. Komponennya mencakup empat ranah, yaitu: kognitif, afektif,
psikomotorik, dan intuitif.
Jenis Pendidikan Ma’had Qudsiyyah
Jenis Pendidikan Ma’had Qudsiyyah adalah
pendidikan non-formal.
Aktifitas Pembelajaran :
Sebagai lembaga kaderisasi, aktifitas
pembelajaran berlangsung 24 jam, mulai pagi, sore hingga malam hari.
Aktifitas pendidikan pada pagi hari berbentuk sekolah, aktifitas sore dan
malam berbentuk sorogan dan musyawaroh. Sistem yang dipakai adalah sistem
ceramah, diskusi dan penugasan.
Metode Pengajaran :
1. Metode pembelajaran Ma’had Qudsiyyah diarahkan
pada terwujudnya proses belajar tuntas (mastery learning) yang
memacu peserta didik dapat belajar secara aktif dan kreatif dengan
memperhatikan keselarasan dan keseimbangan.
2. Dalam usaha pencapaian tujuan ideal tersebut,
maka metode belajar mengajar yang ditempuh menggunakan tiga pendekatan:
a. pendekatan tekstual, yaitu
memahami nushush secara lughawiyah, harfiyah dan tarkibiyah.
Hal ini ditempuh dengan dua cara, yaitu al-tadris (bimbingan seorang
dosen) dan mudarosah (diskusi);
b. pendekatan kontekstual, yaitu
memahami nushsuh secara cermat yang dikaitkan dengan ruang-waktu
tertentu. Kajian ini dilakukan dengan kuliah umum, penyusunan karya tulis,
studi naskah dan lain-lain;
c. pendekatan naqdiyah (kritis),
yaitu muqobalatu al-kutub.
Materi Pengajaran :
Materi pengajaran di Ma’had Qudsiyyah
dikategorikan sesuai tingkat signifikansinya. Secara umum materi
pengajaran dikategorisasi menjadi 3 kelompok, yakni:
1. materi pokok (al-Asasiyah)
2. materi penunjang (al-Idhafiyah)
3. materi pendukung (al-Musaidah)
Ekstrakurikuler
Pesantren dan sekolah
di komplek Pondok Al-Qudsiyyah memiliki beragam kegiatan ekstrakurikuler
yang memberikan banyak nilai positif bagi santrinya.
Ekstrakurikuler :
1. OSIS,
2. Pramuka,
3. Rebana,
4. MTQ,
5. Istighosah,
6. Ziarah Kubur,
7. Komputer,
8. Bahasa,
9. Drum Band
Fasilitas
Pesantren Al-Qudsiyyah menyediakan fasilitas pondok pesantren yang bersih, rapi, dan nyaman untuk tempat tinggal santri dengan didampingi oleh kepala kamar dari ustadz pembimbing harian, tersedia gedung pembelajaran dari mulai madrsasah diniyah sampai sekolah umum seperti MI, MTs, MA