Profil
Geografis Pesantren
Kecamatan
Sarang secara geografis, terletak di ujung timur Pantai Utara Kabupaten
Rembang Jawa Tengah, di sebelah timur berbatasandengan Kecamatan
Bancar, Kabupaten Tuban Jawa Timur, sebelah selatan berbatasandengan
Kecamatan Sedan, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kragan,
sementara di sebelah utara terdapat Laut Jawa. Kecamatan Sarang
beribukota di Sarang, secara adminstratif Kecamatan Sarang menaungi
beberapa desa yang berderet di sebagian Pantai Utara Rembang.
Diantaranya adalah desa Temperak, Karangmangu, Bajing Jowo, Bajing
Meduro, Sarang Meduro, Sendangmulyo, dan paling barat desa Kalipang.
Jarak antara kota Sarang dengan kabupaten Rembang adalah + 45 Km.
sedangkan dengan ibukota propinsi Jawa Tengah (Semarang) + 156 Km.
Kantor
layanan publik Kecamatan Sarang berada di desa Kalipang (kantor
Kecamatan), desa Sendangmulyo (Kantor Polsek, Koramil, dan Pasar), desa
Sarang Meduro (Tempat Pelelangan Ikan), sementara di desa Karangmangu
terdapat beberapa Pondok pesantren, di antaranya Lembaga Pondok Pesanten
Ma’hadul ‘Ulum Asy Syar’iyyah [LP2 MUS].
Desa-desa sepanjang
pantai tersebut mayoritas penduduknya adalah nelayan (buruh maupun
pemodal). Selain di sebut kota ikan (karena sumber kehidupan penduduknya
dari hasil penangkapan ikan), Sarang juga dikenal sebagai kota santri
(pusat Pondok Pesantren berada di desa Karangmangu).
Sejarah
Pada
tahun 1850, bermula dari sebuah pengajian monolog di sebuah surau
(musholla) yang dipimpin oleh seorang tokoh yang sangat kharismatik di
lingkungan masyarakat nelayan Sarang bernama KH. Ghozali Bin Lanah. Pada
saat itu beliau melihat kondisi masyarakat Sarang masih sangat jauh
dari norma-norma Islam. Sebagai sarana dakwahnya beliau mendirikan
sebuah lembaga pendidikan non formal, yang berupa Pondok Pesantren
(inilah pondok pesantren pertama yang menjadi cikal bakal berdirinya
beberapa Pesantren di Karangmangu Sarang).
Dalam perkembangannya,
lembaga ini menjadi salah satu prioritas bagi mereka yang ingin
mendalami ilmu-ilmu agama Islam. Murid-muridnya tidak hanya berasal dari
wilayah Sarang, akan tetapi banyak yang berasal dari luar daerah. Salah
satu murid Beliau yang sangat terkenal adalah KH. Syua’ib bin KH.
Abdurrozzaq, yang selanjutnya diambil menantu oleh KH. Ghozali untuk
meneruskan perjuangan Beliau dengan dibantu oleh KH. Fathurrohman (putra
KH. Ghozali).
Sepeninggal KH. Ghozali tongkat perjuangan dipegang
oleh menantu beliau (KH. Syua’ib bin KH. Abdurrozzaq) dan dibantu oleh
dua putra KH. Syua’ib (KH. Ahmad dan KH. Imam Kholil). Pada tahun 1928
M. KH. Syua’ib meninggal dunia dengan menorehkan sejarah panjang
perjuangan.
Dari tahun ke tahun, jumlah santri yang mengaji di
lembaga ini semakin bertambah banyak. Hal ini menggugah keprihatinan KH.
Ahmad Syu’aib yang melihat kurang memadainya fasilitas, karena
kurangnya lokal untuk bermukim bagi para santri yang berasal dari luar
daerah. Akhirnya, KH. Ahmad dengan dukungan dan bantuan menantu Beliau,
KH. Zubair Dahlan (ayahanda KH. Maimoen Zubair), berinisiatif untuk
mendirikan lembaga baru yang diberi nama Ma’hadul ‘Ulum Asy-Syari’yyah
(MUS).
Pada perkembangannya Pondok pesantren ini terus mengalami
kemajuan yang cukup signifikan. Semenjak dari asuhan KH. Ahmad Syua’ib
(w. 1967 M) kemudian diteruskan oleh putra Beliau, KH. Abdurrochim Ahmad
(w. 21 Romadlon 1422 H / 2001 M) hingga sekarang Pondok Pesantren MUS
telah memiliki santri dengan jumlah 1.200 (terdiri dari 800santri putra
dan 400 santri putri) . Saat ini Pondok Pesantren MUS telah memasuki
generasi ketiga di bawah asuhan KH. M. Sa’id Abdurrochim dibantu oleh
KH. M. Adib Abdurrochim dan KH. M. Ahdal Abdurrochim.
Seiring
dengan berjalannya waktu, Pondok Pesantren MUS terus mengalami
perkembangan. Tidak hanya santri dari kalangan remaja dan dewasa, santri
anak-anakpun banyak menuntut ilmu di dalamnya. Untuk menjaga kwalitas
belajar para santri, khususnya santri dari kalangan anak-anak, maka pada
bulan November tahun 2007 M, muncul ide untuk membuat pondok khusus
anak-anak. Hal ini dianggap perlu demi menjaga efektivitas dan
konsentrasi belajar santri seusia mereka. Karena pada usia seperti
mereka diperlukan pendidikan dan pengajaran serta penanganan khusus.
Untuk
merealisasikan hal tersebut, maka pada akhir tahun 2007 dibangunlah
Pondok Pesantren baru khusus anak- anak yang diberi nama Ma’had
Tarbiyatul Athfal. Dimana Pondok Pesantren ini masih berada di bawah
naungan Pondok Pesantren Ma’hadul ‘Ulum Asy-Syari’yyah (MUS).
Pembangunan Ma’had Tarbiyatul Athfal ini dibiayai oleh sumbangan tidak
mengikat yang bersumber dari alumni dan para dermawan.
Keadaan Masyarakat Sekitar Pesantren
Stabilitas
ekonomi masyarakat Sekitar Pondok Pesantren MUS, mayoritas penduduknya
bermatapencaharian sebagai nelayan, sesuai dengan letak geografisnya
yang berada di tepi laut, hanya sebagian kecil saja yang bercocok tanam
dan berniaga. Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat sekitar
Pondok Pesantren ini tergolong kelas menengah. Sedangkan secara
statistik keberagamaan masyarakat di sekitar Pesantren berkisar 99,9 %
adalah penganut Agama Islam yang taat, sehingga sangat menunjang
keberadaan Pondok Pesantren.
Respon masyarakat sekitar terhadap
Pondok Pesantren dapat terlihat dari partisipasi dan antusias mereka
dalam pengajian rutin yang sudah turun menurun, diadakan setiap satu
bulan sekali tepatnya Rabu Wage (Selapanan). Di samping itu
masyarakatpun dapat memanfaatkan para santri Pondok Pesantren MUS dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan semisal: kegiatan Maulidiyyah, Tahlil dan
lain-lain.
Masyarakat sekitar Pondok Pesantren mempunyai hubungan
erat yang dijalin oleh masyayikh dan para ustadz, agar mereka ikut
merasa bertanggung jawab atas keamanan, kedisiplinan dan perkembangan
Pesantren.
Sebagai institusi pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu
agama, pesantren mempunyai peranan besar dalam proses transformasi
sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sekitarnya. Karena bagaimanapun
pesantren merupakan sub sistem komunitas yang lebih besar sehingga mampu
mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat.
Jenjang Pendidikan
Proses belajar mengajar di Pon Pes MUS yang wajib diikuti oleh seluruh santri dimulai menjelang subuh.
Pkl 04.30 s/d 05.30 : Bangun Sholat Subuh.
Pkl 05.30 s/d 06.30 : Mengaji kitab salaf.
Pkl 06.30 s/d 07.00 : Makan pagi dan persiapan sekolah.
Pkl 07.00 s/d 12.00 : Belajar klasikal di Madrasah Ghozaliyyah Syafi’iyyah
Pkl 12.00 s/d 12.30 : Makan siang dan jama’ah Sholat Dhuhur.
Pkl 12.30 s/d 14.00 : Mengaji kitab salaf.
Pkl 14.00 s/d 15.00 : Istirahat.
Pkl 15.00 s/d 15.30 : Jama’ah Sholat Ashar.
Pkl 15.30 s/d 17.00 : Mengaji kitab salaf.
Pkl 17.00 s/d 18.00 : Istirahat
Pkl 18.00 s/d 18.30 : Jama’ah Sholat Maghrib.
Pkl 18.30 s/d 19.30 : Mengaji kitab salaf.
Pkl 19.30 s/d 19.45 : Jama’ah Sholat Isya’.
Pkl 19.45 s/d 21.00 : Belajar bersama (Study Club)
Pkl 21.00 s/d 23.30 : Musyawaroh (Diskusi)
Pkl 23.30 s/d 04.30 : Istirahat
Jumlah Santri Putra : 800
Jumlah Santri Putri : 400
Asrama :
1. Pondok MUS (Pondok Pusat)
2. Ma'had Tarbiyatul Athfal
Ma'had Tarbiyatul Athfal Pondok Pesantren MUS Pondok khusus anak-anak tingkat 1 sampai 5 Ibtidaiyah
3. Pondok Putri MUS
Program :
1. koperasi ” DWI BHAKTI”
Optimalisasi
usaha koperasi ini, masih sebatas pemenuhan kebutuhan sehari-hari para
santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren.
Ekstrakurikuler
1. pembacaan dziba’iyyah,
2. khithobah,
3. diskusi ilmiah mingguan Majma’ Mubahastah Masail Syar’iyyah (M3S),
4. kuliah tujuh menit,
5. majalah dinding Ar-Rihlah.